Wa ammaa bini’mati robbika fahaddits…
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (QS Ad-duha : 11).
Membaca ayat ini, semula saya masih mempertanyakan apa maksud ayat ini. Apakah ketika kita mendapat suatu nikmat, kita harus menyebar-nyebarkan kepada banyak orang? Bukankah itu nanti akan berdampak menjadikan kita riya (pamer)? Atau bisa juga menyinggung saudara/teman kita yang mungkin sangat menginginkan mendapatkan nikmat itu, tapi Alloh belum juga mengijinkan. Kalau demikian, bukankah lebih baik kita menyembunyikan nikmat yang kita peroleh?
Mungkin itu beberapa pertanyaan yang muncul sebelum saya memahami maksud ayat tersebut. Seiring waktu, dan seiring perjalanan hidup, saya mulai mengerti maksud ayat tadi. Bahwa ketika kita mengingat-ingat dan menyebut-nyebut nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Alloh, maka akan berdampak positif bagi hidup kita. Kita akan makin yakin kepada Alloh. Kita akan makin cinta kepada Alloh. Karena saat kita menerima nikmat dari Alloh, kita sangat bisa merasakan bahwa Alloh sangat sayang dan cinta kepada kita. Dan yang jelas kita makin optimis dalam menghadapi hidup. Ketika kita mulai merasa lemah karena banyaknya/beratnya masalah dan persoalan hidup serta ujian yang datang menghadang, kemudian kita mengingat kembali & menyebut-nyebut nikmat-nikmat dari-Nya, maka kita akan segera bangkit penuh optimis karena keyakinan kita kepada Alloh. Alloh selalu bersama kita, Alloh akan selalu menolong kita, Alloh sangat sayang kepada kita.
Melalui tulisan ini saya akan mencoba mengingat kembali suatu nikmat yang telah diberikan oleh Alloh dalam perjalanan hidup saya. Mungkin ini menjadi salah satu pengalaman spiritual dalam hidup saya, yang semua datangnya dari Alloh semata. Saya akan mencoba untuk mengingat kembali / flashback perjalanan hidup saya sejak kecil, hingga sekarang, yang ternyata Alloh menghendaki memberi suatu nikmat kepada saya, yang semua itu semula tidak pernah terpikirkan oleh saya. Semua itu Alloh yang mengatur dan menghendaki.
Syukur alhamdulillah saya lahir dan dibesarkan di keluarga yang menganggap penting agama. Rumah orang tua saya, tempat di mana saya dididik dan dibesarkan, adalah rumah leluhur ayah saya. Rumah yang sederhana. Walau sudah mengalami beberapa kali renovasi, tetapi model rumah kuno masih tampak sampai sekarang. Rumah tersebut berada tepat di barat atau belakang masjid kampung. Tidak berjarak. Hanya di batasi oleh jalan kampung saja. Hal ini memudahkan bagi keluarga saya jika mau sholat berjamaah di masjid. Bahkan ketika ada pengajian di masjid, meski kami tidak hadir, kami masih bisa mendengar suara ceramah dari ustadz/kyai dengan sangat jelas dari rumah.
Ketika memasuki kelas dua SMA di kota Magelang, saya memutuskan untuk kos. Selain karena jarak antar rumah dengan sekolah yang agak jauh (-/+ 20 km), sehingga sering terlambat, juga karena mata pelajaran yang semakin membutuhkan konsentrasi. Dengan kos, maka waktu dan tenaga yang biasanya habis di jalan karana jarak tempuh yang agak jauh, jadi bisa dihemat. Kebetulan saya menempati bekas kamar kos kakak saya, yang sudah lulus dari SMA. Rumah kos itu berada tepat di depan Masjid Sabilul Muttaqien. Masjid yang ada di tepi pertigaan kota Magelang Selatan, jalan menuju Taman Kyai Langgeng. Rumah kos itu tidak berjarak dengan masjid. Bahkan pagar rumah kos menjadi satu dengan pagar masjid. Begitu dekat sekali. Jarak yang dekat dengan masjid memudahkan bagi kita jika ingin melaksanakan sholat berjamaah.
Dan selama tinggal di kos itu, saya dan juga teman-teman kos menyaksikan bagaimana perjuangan ibu pemilik kos yang ingin mempelajari Islam. Ibu pemilik kos adalah seorang ibu yang sudah sepuh (usia -+ 70 th). Dia hanya tinggal sendiri, bersama anak-anak kos, dan kadang ada pembantu yang datang 2 hari sekali untuk bantu bersih-bersih. Anak-anaknya sudah besar dan sudah berkeluarga semua. Dan banyak di antara putranya yang tinggal di luar kota. Ada satu putra yang rumahnya masih satu kota, kadang menjenguknya. Ibu itu memang sejak dulu sudah Islam, tapi baru di KTP nya saja, belum melaksanakan ibadah. Sehingga ketika keinginannya belajar Islam muncul, ibu itu di bantu takmir masjid depan rumah mengucapkan kalimat dua syahadat. Setiap kali waktu sholat tiba pasti ibu itu meminta salah satu anak kos untuk mengimami beliau, dan beliau menjadi makmumnya. Karena ibu itu memang masih belum memahami betul tentang sholat. Sering ketika kami belajar, pintu kamar kami di ketok-ketok dari luar, setelah dibuka ternyata ibu kos sembari meminta maaf…
“Maaf mengganggu, mau tanya kalau ini bacanya bagaimana?” sambil menunjuk salah satu huruf di buku iqro’ yang beliau bawa.
Subhanalloh… kami semua kagum dengan semangat beliau. Pernah suatu ketika, ibu kos curhat ke kami, bahwa ketika beliau mau mengikuti pengajian ibu-ibu di samping rumah, ibu kos saya itu tidak diijinkan oleh ibu-ibu peserta pengajian. Mungkin karena menurut ibu-ibu peserta pengajian, ibu kos saya itu bukan seorang Muslim, karena memang selama ini agama beliau tidak jelas. Tapi setelah jelas semuanya bahwa ibu kos saya itu Muslim dan sudah bersyahadat beliau diijinkan mengikuti pengajian. Kurang lebih empat tahun setelah saya lulus dari SMA, ibu kos berpulang ke Sang Pencipta. Semoga khusnul khotimah. Kami anak kos menjadi saksi atas kegigihan dan semangat beliau dalam mempelajari dan mengamalkan Islam di usianya yang sudah senja.
Setelah lulus dari SMA, saya pun mengikuti UMPTN, dan atas takdir-Nya saya diterima di salah satu Perguruan Tinggi di Semarang. Kebetulan kampusnya berada di Tembalang Banyumanik. Waktu itu saya masih buta daerah Semarang. Untuk pertama kalinya saya ke kampus untuk daftar ulang / registrasi saya diantar oleh kakak saya, ditemani oleh teman kakak saya yang kebetulan kuliah di Perguruan Tinggi tersebut. Hari pertama ke kampus saya baru bisa registrasi dan belum sempat mencari kos/ pemondokan. Baru beberapa hari kemudian saya ke Semarang lagi, untuk mencari kos, di temani ibu saya yang kebetulan sedang libur mengajar karena bertepatan hari Minggu. Setelah kita berputar-putar berkeliling di suatu kompleks, ketok-ketok dan bertanya dari rumah kos satu ke kos yang lain, ternyata sudah penuh semua, tidak ada kamar kos yang kosong. Akhirnya kami beristirahat di Mushola kompleks tersebut untuk sholat dhuhur. Dilanjutkan makan siang di warung makan dekat mushola, dan dari pemilik warung makan, kami ditunjukkan bahwa di depan warung tersebut ada rumah kos yang masih ada kamar kosong. Akhirnya saya pun melihat kamar kos yang kosong, dan memutuskan untuk kos di rumah tersebut. Rumah kos tersebut adalah tepat berada persis di depan Mushola kompleks, tanpa jarak, hanya dipisahkan oleh jalan kompleks yang lebarnya 2,5 meter-an. Lagi-lagi Alloh berkehendak menempatkan saya tinggal di rumah yang berdekatan dengan tempat ibadah. Segala puji bagi-Mu ya Alloh.
Kurang lebih satu tahun saya tinggal di Tembalang, saya harus pindah kos karena saya diterima kuliah di sekolah dinas milik Departemen Keuangan. Kuliah di PT yang sudah dapat 2 semester untuk sementara saya tinggal (cuti), karena saya berminat untuk kuliah 1 tahun dengan jaminan penempatan kerja. Meskipun kampusnya masih di Semarang, tapi saya memutuskan untuk pindah kos karena memang jaraknya agak jauh dari kampus yang lama (PT). Saya beserta teman-teman yang juga diterima di sekolah dinas bersama-sama mencari kos. Atas rekomendasi dari kakak angkatan yang sudah lulus, akhirnya kami mendapatkan kos di daerah Kauman Semarang yang ternyata tepat di depannya adalah Mushola. Lagi-lagi Alloh menempatkan saya berdekatan dengan tempat ibadah. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan..?
Tak terasa setahun sudah saya kuliah di sekolah dinas milik Pemerintah, akhirnya pengumuman penempatan pun keluar. Dan sungguh tak dinyana atas ijin Alloh, saya ditempatkan di kota Yogyakarta. Kota yang tak jauh dari daerah asalku. Kota pelajar, kota budaya, kota tujuan wisata, kota religi (bagiku), kota yang sangat membuat nyaman bagi penghuni dan bagi siapapun yang berada di dalamnya. Meski memungkinkan untuk dilaju dari rumah, tapi kalau tiap hari Magelang–Yogya PP bisa membuat badan capek juga. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari pemondokan / kos. Kebetulan ada 2 temen kantor (yang lebih senior) yang juga sedang mencari kos, dan sudah mendapatkan info dan pandangan rumah kos.
Sebagai pegawai baru yang masih buta tentang wilayah Yogya, tentu hal ini menguntungkan, saya tinggal mengekor saja. Setelah saya diajak melihat sebuah rumah kos, kami bertiga langsung memutuskan untuk kos di rumah tersebut. Lagi-lagi ternyata tepat di depan rumah kos tersebut adalah sebuah Masjid yang cukup besar. Tanpa jarak, hanya dipisahkan oleh jalan 2 meter. Dan ternyata juga tepat di belakang rumah kos adalah sebuah Pesantren Putri, Pesantren Muallimat. Bahkan tembok antara rumah kos dan pesantren menyatu, sangat dekat sekali. Lingkungan yang sangat religius. Syukur alhamdulillah.
Dan beberapa hari setelah saya mulai paham dengan jalan antara kos dan kantor, baru saya ngeh, bukankah daerah ini adalah daerah yang ketika SMP/SMA saya pernah memimpikan jika kuliah kelak bisa kos di situ? Waktu itu, setiap menuju Malioboro,jalur angkuatan yang saya tumpangi melewati jalan wilayah itu, dan terbersit dalam hati, ”Ah nanti kalau kuliah di UGM, kalau bisa kosnya di daerah sini saja. Meski agak jauh dari UGM, tapi kayaknya nyaman, lingkungannya religius.”
Memang saya akhirnya tidak kuliah di UGM, tapi keinginan untuk bisa tinggal di daerah itu ternyata dikabulkan oleh Alloh setelah saya bekerja. Empat tahun kos di rumah ini membuat saya dan juga temen kos yang lain semakin krasan. Tapi ketika booming HP, dan anak-anak kos sudah banyak yang memiliki HP, ibu kos punya kebijakan menaikkan biaya bulanan (kaitan dengan setrum listrik untuk nge-charge HP), dan naiknya pun gak tanggung-tanggung, lumayan gedhe. Akhirnya saya dan teman-teman kos yang lain, memutuskan untuk pindah kos. Saya akhirnya kos di rumah teman pengajian saya, yang tidak jauh dari kos lama, hanya berjarak tiga rumah ke utara. Kos yang murah karena memang sederhana. Memang untuk kali ini, kos saya tidak berada tepat di depan/ belakang Masjid, tapi ternyata setelah beberapa minggu kos di tempat baru, saya baru tau kalau bapak kos, bapak teman saya adalah seorang Mubaligh dan seorang tokoh terkenal, dengan semangat dakwahnya yang sungguh luar biasa.
Saya bersyukur Alloh memberi kesempatan kepada saya untuk tinggal di rumah beliau. Meski ustadz (bapak kos) sudah sering sakit, keluar masuk Rumah Sakit, tetapi tak pernah mengurangi semangat untuk terus berdakwah. Tak jarang satu hari setelah keluar dari opname di RS, beliau sudah langsung pergi ke luar kota untuk berdakwah. Dan yang saya kagumi juga dari beliau adalah ketenangan dan kesabarannya yang sungguh luar biasa. Meski sakitnya sudah komplikasi, bahkan tiap tiga hari sekali harus cuci darah, tapi beliau tidak pernah mengeluh sedikitpun. Meski jadwal dakwah beliau yang begitu padat, tapi beliau juga masih menyempatkan untuk memberi tausyiah kepada kami-kami anak kos sehabis subuh. Dan ilmu yang disampaikan beliau selalu menarik, kadang lucu juga, bisa menghilangkan rasa kantuk yang datang.
Cukup lama saya kos di rumah ustadz dan sekaligus tokoh itu. Tapi karena koleksi buku yang terus bertambah, sehingga perlu tambahan rak buku lagi, sementara kamar kos sudah tidak memungkinlan lagi, akhirnya saya menginginkan pindah kos yang kamarnya lebih luas. Saya berusaha mencari info, kebetulan ada teman yang mau pindah kos, dan menawarkan untuk menempati kos yang mau ditinggalkan itu. Setelah saya lihat, saya langsung sreg, dan memutuskan untuk pindah ke kos ini. Masih tetap di daerah yang sama, berjarak kurang lebih 100m ke selatan dari rumah kos yang sebelumnya. Kepindahan saya di tempat yang baru tidak lama berselang dari meninggalnya bapak kos yang seorang ustadz dan tokoh. Allohummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu‘anhu. Semoga beliau khusnul khotimah dan muncul banyak generasi pengganti beliau sebagai juru dakwah.
Beberapa minggu setelah saya tinggal di kos yang baru, saya baru ngeh kalau ternyata kos saya yang baru, berdampingan dengan mushola khusus ibu-ibu. Saya tahunya agak terlambat, karena mushola khusus untuk ibu-ibu, adzan memang tidak dikumandangkan, hanya iqomah saja, itupun tidak dispeaker. Adzannya mengikuti adzan Masjid, yang letaknya tidak jauh dari Mushola tersebut. Kos saya yang baru sangat berdekatan, tanpa jarak dengan mushola itu, tembok belakang rumah menyatu dengan mushola. Begitu dekatnya.. Sering suara imam, dan suara ustadz pengisi ceramah pun kedengaran dari kos saya, walau saya tidak hadir di mushola itu. Lagi-lagi Alloh menempatkan saya tinggal di tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, berdampingan dengan ‘rumah-Nya’. Segala puji bagi-Mu ya Alloh.. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
“Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Alloh benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl : 18)
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman : 13)
Ya Alloh.. dengan segala Rahman dan Rahim-Mu
Aku memuji-Mu…
Segala puji bagi Mu, Robb seluruh alam
Ampuni hamba-Mu yang dhoif ini,
yang tak pandai mensyukuri nikmat-nikmat dari-Mu
Kau beri aku, apa yang tak kuminta
Apalagi yang kuminta, Engkau selalu memberiku yang terbaik
Ampuni hamba-Mu ini yang masih banyak mengeluh
Bukankah sudah terlalu banyak nikmat dari-Mu
yang belum aku syukuri?
Ya Alloh, maafkan hamba-Mu ini
jika belum bisa memanfaatkan nikmat yang telah Kau beri
Kau tempatkan aku selalu didekat rumah-Mu
Tapi sering hamba-Mu ini tidak memenuhi panggilan-Mu
untuk berjamaah menyembah-Mu di bait-Mu
Ya Alloh kuatkan dan mantapkan Iman & Islam ini
Jadikan hati ini selalu ingat dan yakin kepada-Mu
Ridoilah hidupku, bimbing dan tunjukilah selalu
Menuju jalan lurus-Mu…
“Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat." (QS. Al Mu'minuun : 29)
“Dan katakanlah: Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al Israa' 80)